Cermat Tangani Krisis dan Media Handling, Kemkomdigi Gelar Bimtek Angkat Isu Karhutla

01 August 2025
Cermat Tangani Krisis dan Media Handling, Kemkomdigi Gelar Bimtek Angkat Isu Karhutla

Palembang - Di tengah meningkatnya isu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menjadi sorotan, peran Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam mengelola komunikasi krisis semakin penting. Kecepatan dan ketepatan dalam menyampaikan informasi kepada publik, serta kemampuan media handling secara efektif, kini menjadi sebuah keharusan. Menyadari urgensi tersebut, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menyelenggarakan Bimbingan Teknis Media Handling Komunikasi Krisis Isu Kebakaran Hutan dan Lahan di Palembang, Sumatra Selatan, Rabu (30/7/2025).

 

Plt. Direktur Komunikasi Publik Kemkomdigi, yang diwakili Ketua Tim Pengelolaan Komunikasi Strategis Pemerintah, Hastuti Wulanningrum, menyampaikan bahwa isu karhutla perlu ditangani bersama, termasuk dari segi komunikasi.

 

Ketua Tim Pengelolaan Komunikasi Strategis Pemerintah, Kemkomdigi membuka Bimbingan Teknis Media Handling Komunikasi Krisis Isu Kebakaran Hutan dan Lahan di Palembang (30/07)

 

“Kemkomdigi, khususnya Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media merupakan satuan tugas (satgas) yang bertanggung jawab dalam komunikasi publik mengenai isu kebakaran hutan dan lahan,” ujar Hastuti.

 

Penanggulangan isu karhutla, dijelaskan Hastuti, tidak bisa dikerjakan sendiri oleh Kementerian Kehutanan maupun Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Kolaborasi lintas sektor dibutuhkan dalam mengelola krisis dan menyampaikan informasi ke masyarakat luas.

 

“Di era digital, pengelolaan komunikasi krisis menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upaya penanggulangan karhutla,” tambahnya.

 

Terkait hal tersebut, Bimbingan Teknis Media Handling Komunikasi Krisis Isu Kebakaran Hutan dan Lahan digelar untuk mengoptimalkan pemanfaatan media digital, terutama informasi mengenai penanganan karhutla kepada masyarakat luas. Sekitar 300 peserta hadir secara daring dan luring, mulai dari Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Balai Pengendalian Kebakaran Hutan (Dalkarhut), Dinas Kehutanan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) & Unit Pelaksana Teknis (UPT), Diskominfo, dan tim kehumasan instansi pendidikan.

 

Risiko dan Pencegahan Karhutla Perlu Dipahami Masyarakat

 

Pada 28 Juli 2025, BMKG mengeluarkan peringatan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia akan menghadapi puncak musim kemarau pada Agustus 2025. Terutama di wilayah Sumatra dan Kalimantan, dengan wilayah prioritas mencakup Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Meskipun Indonesia memasuki kondisi La Niña (kemarau basah) hingga Mei 2025, risiko karhutla tetap tinggi, terutama di wilayah dengan vegetasi kering dan lahan gambut.

 

Kabid Penanganan Darurat BPBD Provinsi Sumatra Selatan dan Pengendali Ekosistem Hutan Madya Balai Dalkarhut Wilayah Sumatra dalam sesi talk show terkait karhutla di Sumatra Selatan.

 

Penanganan karhutla, saat ini memiliki urgensi yang semakin tinggi, salah satunya terkait ancaman terhadap kesehatan masyarakat dan kerusakan alam. Demikian disampaikan oleh Kepala Bidang Penanganan Darurat BPBD Provinsi Sumatra Selatan, Sudirman, pada sesi pertama. Terlebih, dari luas Provinsi Sumsel yang seluas 8,37 juta hektare, sekitar 1,27 hektarenya merupakan lahan gambut.

 

“Mitigasi awal, di awal musim kemarau, diperlukan dengan melaksanakan sosialisasi, baik ke media sosial dan lokasi-lokasi di rawan bencana,” tambah Sudirman.

 

Sementara itu, Pengendali Ekosistem Hutan Madya Balai Dalkarhut Wilayah Sumatra, Nurhadi, menjelaskan di samping musim kemarau, upaya pembukaan lahan yang sembarangan juga dapat menyebabkan karhutla. Ia menekankan pentingnya partisipasi publik dalam mendukung Manggala Agni yang turun ke lapangan sebagai garda terdepan pemadaman karhutla. Salah satunya, tidak membersihkan lahan dengan membakar.

 

“Laporkan apabila sulit ditanggulangi, baik kepada pemadam kebakaran dan Manggala Agni. Libatkan masyarakat melalui masyarakat peduli api. Terakhir, lindungi sumber-sumber air khususnya saat kemarau melalui pembuatan sekat kanal atau embung,” papar Nurhadi.

 

Bimbingan Teknis Perkuat Kapasitas Komunikasi Krisis

 

Pada sesi kedua, hadir dua narasumber praktisi, yakni Jurnalis/News Anchor, Andromeda Mercury dan Public Relations Coach, Jojo S. Nugroho. Keduanya membagikan tips dan trik serta penerapan komunikasi

krisis.

 

Bimbingan Teknis menghadirkan Jurnalis/News Anchor Andromeda Mercury sebagai narasumber di sesi kedua mengenai public speaking dalam komunikasi krisis.

Dari segi media sosial, Andromeda Mercury menyampaikan bahwa kini masyarakat mayoritas mencari informasi bukan dari mesin pencari, melainkan media sosial. Andromeda memaparkan dari dataindonesia.id bahwa per Januari 2025, Indonesia menempati urutan kedua negara dengan pengguna TikTok terbesar.

 

“Ini di satu sisi menguntungkan jika narasinya positif, tetapi kalau narasinya negatif maka bisa sangat destruktif, masif, dalam hitungan menit, jam, bisa menyebar tanpa batasan jarak dan waktu,” tekan Andromeda.

 

Selain itu, informasi yang disampaikan ke media sosial tidak cukup hanya berisi 5W+1H, tetapi perlu memakai hook/punchline yang memancing rasa penasaran audiens. Andromeda menekankan bahwa krisis harus ditanggapi dengan cepat namun jangan terlalu reaktif.

 

“Sampaikan dengan bahasa yang efektif, berdasarkan data/fakta lapangan bukan opini, libatkan pihak ketiga yang lebih terpercaya. Gunakan multiplatform dan perbarui informasi secara berkala,” pungkasnya.

 

Sejalan dengan itu, Jojo S. Nugroho menyampaikan bahwa dalam komunikasi krisis, penting untuk memahami atau listen to understand. Namun realita di lapangan, komunikasi antarunit seringkali tidak seragam dan respons terhadap isu publik cenderung reaktif, bukan antisipatif.

 

Public Relations Coach Jojo S. Nugroho memberikan simulasi media handling komunikasi krisis kepada peserta luring.

 

“Isu sekecil apapun harus dikelola komunikasinya supaya tidak menjadi krisis, terlebih di tengah era digital yang sangat cepat menyebarkan informasi, termasuk informasi negatif,” papar Jojo.

 

 Krisis komunikasi dijelaskan Jojo merupakan peristiwa, rumor, atau informasi berasal dari internal atau eksternal yang membawa pengaruh buruk terhadap reputasi dan dapat mengancam.

 

 “Ada namanya golden hours dalam menangani krisis, yaitu 6 jam. Dua jam pertama penting untuk cek SOP krisis, hitung dampak dan risiko, dan kumpulkan tim krisis. Dua jam selanjutnya, harus sudah ada stand by statement, tentukan juru bicara, dan jangan lupa untuk menyampaikan empati. Dua jam terakhir, siapkan hak jawab jika ada hal-hal yang perlu diluruskan dan lakukan pendekatan digital di media sosial atau media,” jelas Jojo lebih spesifik.

Bagikan:
Berita Terkait
Beri Masukan Anda
Apakah anda memiliki masukan, pertanyaan, atau keluhan terhadap pelayanan website kami?