Kemkomdigi Perkuat Humas K/L Tanggap Krisis dengan Cepat dan Empati di Media Sosial

14 November 2025
Kemkomdigi Perkuat Humas K/L Tanggap Krisis dengan Cepat dan Empati di Media Sosial

Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) melalui Direktorat Komunikasi Publik, Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media, menyelenggarakan pembekalan “Social Media Ready: Verify, Clarify, Respond” dalam rangka mewujudkan humas pemerintah sebagai pelayan publik yang sigap menyikapi krisis di era digital.

 

“Media sosial bukan hanya ruang cerita, tetapi menjadi ruang utama pembentukan opini publik. Dalam hitungan detik, sebuah informasi dapat menyebar luas membentuk persepsi bahkan mempengaruhi sebuah kebijakan,” jelas Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kemkomdigi, Fifi Aleyda Yahya, saat membuka side event Anugerah Media Humas (AMH) 2025 di Jakarta, Rabu (12/11/2025), yang dihadiri para humas dari kementerian dan lembaga secara luring dan daring.

 

Lebih lanjut Fifi menekankan soal tiga hal mendasar yang diangkat sebagai tema pembekalan kali ini dan harus menjadi refleksi dan praktik sehari-hari para pengelola komunikasi publik, yaitu verify, clarify, dan respond.

 

Aspek verify atau verifikasi, yakni memastikan data, narasi, dan visual yang dibagikan telah teruji kebenarannya. Kemudian clarify atau klarifikasi, yakni berani meluruskan informasi yang keliru dengan cara yang cerdas, santun, dan berbasis fakta. Lalu respond atau respons, menekankan kehadiran yang cepat di ruang digital dengan pesan yang jelas, konsisten, dan menenangkan publik.

 

“Kecepatan memang penting, namun tanpa akurasi dapat menimbulkan kebingungan. Sebaliknya, akurat tanpa respons yang cepat dapat membuat narasi liar lebih dahulu membentuk opini. Keseimbangan antara verifikasi, klarifikasi, dan respons menjadi kunci utama komunikasi publik di era media sosial,” pungkas Fifi.

 

 

Foto: Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media menyampaikan pentingnya keseimbangan verifikasi, klarifikasi, dan respons untuk menangani krisis di media sosial

 

Kecepatan, Akurasi, dan Konsistensi untuk Meningkatkan Kepercayaan Publik

 

Tantangan komunikasi krisis tidak hanya terletak pada kecepatan penyampaian informasi, tetapi juga pada akurasi, konsistensi pesan, serta kemampuan menjaga kepercayaan masyarakat di tengah derasnya arus informasi digital. Di era media sosial, sebuah isu dalam hitungan detik dapat berubah menjadi sebuah krisis jika tidak ditanggapi dengan tepat.

 

Tenaga Ahli Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kemkomdigi, Latief Siregar, menyampaikan bahwa humas pemerintah menghadapi tantangan krisis yang lebih besar di media sosial.

 

“Mengapa isu-isu pemerintah cepat membesar? Karena pemerintah memiliki otoritas, sehingga ekspektasi masyarakat begitu tinggi dan kekecewaan cepat terakumulasi,” jelas Latief.

 

Untuk mengatasi krisis, Latief membagikan soal metode PRIME, yakni Prepare, Response, Intercept, Message, dan Engage. Reputasi pemerintah tidak hanya dibentuk oleh fakta di media sosial, tetapi juga pesan bermuatan emosi, persepsi, dan kecepatan.

 

Sementara itu, Penggiat Media Sosial, Enda Nasution, menyebutkan bahwa tim komunikasi krisis yang efektif akan bekerja seperti asuransi. Efektif dalam arti mampu mendeteksi kemunculan krisis, sehingga menentukan langkah-langkah antisipasi. Selain itu, ia mengingatkan pentingnya membangun relasi dan menjadikan setiap krisis sebagai pelajaran dalam mengantisipasi tantangan selanjutnya.

 

“Waktu yang paling pas saat mengatasi krisis adalah ketika krisis belum terjadi. Mitigasi ibarat mendeteksi hotspot sebelum terjadi kebakaran hutan. Semakin cepat ditemukan, semakin kecil biayanya,” jelas Enda.

 

 

Foto: Kegiatan “Social Media Ready: Verify, Clarify, Respond” menghadirkan tiga narasumber yang berpengalaman di bidang komunikasi krisis

 

Terkait langkah antisipasi krisis, Jojo S. Nugroho selaku Praktisi Komunikasi menekankan pentingnya mengelola isu sekecil apapun. Isu yang diabaikan atau tidak dikelola dapat berpotensi menjadi krisis, terlebih di media sosial. 

 

“Sinyal harus segera ditangkap dan dikelola dengan baik. Ada tiga kunci respons krisis yakni cepat dan faktual, dahulukan empati, dan amankan narasi,” jelas Jojo.

 

Berdasarkan data dari Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi internet nasional telah melampaui angka 80 persen. Sedangkan dalam Survei Komunikasi Global yang dilakukan University of Southern California Center for Public Relations, sebesar 53 persen responden menilai media sosial akan menjadi kanal paling relevan dalam mencapai tujuan program komunikasi pada tahun 2030. Oleh karenanya, diperlukan kecermatan bagi humas pemerintah untuk menyikapi media sosial, terutama mengantisipasi krisis di masa mendatang dari hoaks maupun ketidaktepatan informasi.

 

Pembekalan “Social Media Ready: Verify, Clarify, Respond” juga dilengkapi dengan simulasi penanganan krisis kepada para peserta. Tujuannya adalah melatih pola kerja lintas sektor dalam menyusun strategi komunikasi krisis yang komprehensif. Dengan demikian, diharapkan dapat memperkuat sistem koordinasi komunikasi publik pemerintah dalam menghadapi krisis di masa mendatang.

Bagikan:
Berita Terkait
Beri Masukan Anda
Apakah anda memiliki masukan, pertanyaan, atau keluhan terhadap pelayanan website kami?