Forum Koordinasi Isu Krisis Perkuat Narasi Tunggal Pemerintah di Masa Krisis

03 October 2025
Forum Koordinasi Isu Krisis Perkuat Narasi Tunggal Pemerintah di Masa Krisis

Jakarta, — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyelenggarakan Forum Koordinasi Pengelolaan Isu Krisis Kementerian dan Lembaga di Menara Kuningan, Jakarta, Selasa (30/9/20205), yang diikuti 108 peserta dari berbagai kementerian dan lembaga.

 

Forum koordinasi ini menegaskan pentingnya konsolidasi narasi komunikasi lintas kementerian dan lembaga dalam merespons isu krisis, sekaligus mengevaluasi pola pengelolaan komunikasi pemerintah agar lebih cepat, akurat, dan konsisten.

 

Ketua Tim Pengelolaan Komunikasi Strategis Pemerintah Komdigi, Hastuti Wulanningrum, menekankan tantangan komunikasi krisis di era penetrasi internet Indonesia yang telah melampaui 80% atau sekitar 229 juta jiwa.

 

“Hoaks dapat menyebar enam kali lebih cepat daripada klarifikasi resmi, sementara Indonesia menghadapi rata-rata sembilan serangan siber per detik. Tantangan kita bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi memastikan pesan sampai dengan benar, tepat waktu, dan dipercaya,” ujarnya.

 

Dua Jalur Respons

 

Hastuti memaparkan dua jalur respons Komdigi. Pertama adalah jalur Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC). Melalui jalur ini, Komdigi melakukan pemantauan narasi, perumusan strategi, produksi konten cepat, siaran pers, media placement, hingga kolaborasi komunitas.

 

Sementara yang kedua adalah jalur non-PHTC. Setelah menerima notifikasi dari kementerian dan lembaga, Komdigi melakukan triase apakah isu diekalasi menjadi krisis prioritas atau ditangani dalam bentuk konsultasi, advokasi, dan dukungan teknis. “Tidak semua isu memiliki bobot dan dampak yang sama. Sistem dua jalur memastikan respons proporsional dan efektif,” jelasnya.

 

Dari perspektif media, Pemimpin Redaksi Katadata.co.id, Yura Syahrul, menegaskan definisi krisis dan pola peliputan,

 

“Krisis ditandai peristiwa spesifik, mendadak, berdampak luas, disertai lonjakan kebutuhan informasi. Di masa krisis, komunikasi yang cepat, tepat, dan empatik bisa menjadi titik balik kredibilitas. Media wajib menyaring informasi terverifikasi, memuat akar masalah dan konteks, bukan sekadar sensasi,” jelasnya.

 

 

Deteksi Krisis

 

Sementara itu, Latief Siregar selaku Tenaga Ahli Dirjen Komunikasi Publik dan Media Komdigi juga menyoroti pentingnya deteksi, klasterisasi isu, dan disiplin stand by statement. “Krisis kerap membesar karena narasi tidak konsisten, respons terlambat oleh kendala birokrasi, atau pernyataan pimpinan yang keluar konteks. Siapkan apa yang dijawab dan tidak dijawab oleh juru bicara yang tepat,” ujarnya.

 

Pada kesempatan yang sama, Praktisi komunikasi, Jojo S. Nugroho, mengingatkan bahwa isu yang tidak dikelola akan bertransformasi menjadi krisis. Menurutnya ada empat strategi respons yaitu denial, diminish, rebuild, dan bolstering. “Dengarkan untuk memahami, bukan untuk membalas. Pahami dulu isunya, baru merespons. Jangan membuka semua informasi bila justru menambah masalah,” tegasnya.

 

Ia juga menyoroti tantangan ketiadaan sistem komunikasi publik nasional yang seragam dan lembaga koordinasi tunggal.

 

Para narasumber sepakat dalam penanganan isu krisis, informasi yang disampaikan harus utuh, berempati, dan terverifikasi. Pemerintah perlu melakukan konferensi pers sebagai kanal utama pernyataan resmi, juru bicara internal harus menjadi garda depan, sementara pihak ketiga melengkapi karena kepakaran dan ketokohan.

 

Melalui diskusi evaluasi, forum ini mengidentifikasi kelemahan koordinasi lintas sektor dan menyusun rekomendasi tindak lanjut pengelolaan isu krisis ke depan. Dari kegiatan forum ini diharapkan dapat terbentuk pola komunikasi krisis yang lebih solid, terstruktur, dan kolaboratif.

Bagikan:
Berita Terkait
Beri Masukan Anda
Apakah anda memiliki masukan, pertanyaan, atau keluhan terhadap pelayanan website kami?